Senin, 23 Mei 2011

Kebohongan Ibu

Ini adalah sebuah kisah seorang anak yang mengajak kita mengenal, merasa dan merenungi segala hal yang pernah dilakukan seorang ibu terhadap kita selama ini. Segala kesusahan yang menimpanya seringkali dihadapinya dengan lapang dada. Berbilang cobanan dan rintangan tetap di hadapinya dengan tabah dan senyuman. Dan pada akhirnya, percayakah Anda bila seorang ibu terkadang perlu berbohong demi kebahagiaan anaknya?

"Semua bermula sewaktu aku kecil," ujar seorang narasumber memulai kisahnya. Aku adalah seorang lelaki yang dilahirkan dalam sebuah keluarga miskin. Bahkan untuk makan saja, kami sering kekurangan. Ketika makan, ibu mengangkat piringnya dan memberikan porsi nasinya untukku sambil berkata,

"Makanlah nak, ibu tidak lapar". Inilah KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.

Ketika aku mulai besar, ibuku yang gigih sering memanfaatkan waktu senggangnya untuk memancing ikan di kolam dekat rumah. Ibu berharap, dari hasil pancingannya ia dapat memberikanku makanan yang bergizi untuk pertumbuhanku. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang lezat yang membangkitkan selera makanku. Sewaktu aku memakan sup itu, ibu duduk di sampingku memakan sisa daging yang masih menempel pada tulang ikan yang bekas kumakan tadi. Melihat itu, aku lalu memberikan ikanku kepada ibu, tetapi dengan ibu cepat menolaknya dan berkata,

"Makanlah nak, ibu tidak suka ikan". KEBOHONGAN YANG KEDUA

Setelah aku masuk SMP, demi membiayai sekolahku dan kakak-kakakku, ibu pergi ke koperasi dengan membawa sejumlah korek api untuk di tempel. Dari sanalah, ibu mendapatkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim hujan tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata padanya,

”Bu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.”
Ibu tersenyum dan berkata,

”Cepatlah tidur nak, aku tidak lelah”. KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA.

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata,

“Minumlah nak, aku tidak haus!”. KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap peran sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup seorang diri. Kehidupan keluarga kami pun semakin payah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kami yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata,

“Terima kasih, saya tidak butuh cinta”. KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA.

Setelah aku dan kakak-kakakku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua, sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk berjualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakak-kakakku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim kembali uang tersebut. Ibu berkata,

“aku punya uang”. KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM.

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika Serikat berkat beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku,

“Aku tidak terbiasa”. KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatapku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibu sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata,

“Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan”, KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Dan setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita diatas, penahkah kita merenungkan apa yang telah kita berikan untuk ibu kita? Pernahkah kita mengucapkan kata "Terima Kasih" kepadanya? Sudahkah tahukah kita bagaimana keadaan ibu kita sekarang? Sudah berapa lamakah kita tidak berkunjung atau sekadar meneleponnya? Pernahkah kita mencemaskan ibu kita? Apakah yang di makannya hari ini? Apakah ia punya masalah?

Renungkan, segera lakukan yang tebaik untuknya, sebelum kita berpisah dengannya untuk selama-lamanya. Dan ketika itu, sebuah kata PENYESALAN sudah tidak berguna.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India